Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin turut merespon polemik kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) yang terjadi dalam berbagai perguruan tinggi belakangan ini.
Wapres pun mengakui bahwa pemerintah pada waktu ini tiada sanggup menanggung seluruh biaya pendidikan. Oleh sebab itu, ada perguruan tinggi negeri berbadan hukum untuk mencari solusi alternatif pembiayaan pendidikan.
“Perguruan tinggi juga diberi advokasi lah agar bisa jadi mengembangkan usahanya sebagai badan hukum. Jangan cuma bebasnya saja, mampu melakukan ini-ini akibat ia badan hukum, tapi tanggung jawabnya enggak,” katanya di keterangan, Rabu (22/5).
Wapres juga menyatakan bahwa distribusi beban biaya lembaga pendidikan harus proporsional antara pemerintah, mahasiswa, kemudian perguruan tinggi.
Wapres meyakini, persoalan mahalnya biaya kuliah ini akan mampu diatasi apabila proporsionalitas pembiayaan diciptakan diantara ketiga pihak tersebut.
“Jadi dibagi, beban pemeintah sesuai kemampuan, pelajar juga kemudian menjadi beban perguruan tinggi melalui badan-badan usaha yang digunakan dikembangkan,” tambahnya.
Sebelumnya, mahalnya biaya UKT ini sudah ada sempat diadukan oleh beberapa Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) terhadap DPR RI.
Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Maulana Ihsan menyebut, biaya UKT di tempat kampusnya saat ini melambung mencapai 300% – 500%.
Pangkalnya, kata dia, aturan Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024 yang digunakan dilanjut dengan Keputusan Menteri Nomor 54 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi.
“Yang kami resahkan, UKT di dalam Unsoed itu naik melambung sangat sangat tinggi. Naik bisa saja 300%-500%. Contoh pada fakultas saya sendiri, dari fakultas peternakan, sebelumnya Mata Uang Rupiah 2,5 juta, sejarang naik jadi Rupiah 14 juta,” kata Ihsan di Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR RI, Jum'at (17/5).
Sementata itu, Mendikbudristek Nadiem Makarim membantah apabila regulasi anyar terkait pembiayaan UKT ini menjadi momok kenaikan UKT belakangan ini.
Ia menjelaskan bahwa regulasi ini hanya saja berlaku untuk peserta didik baru bukanlah untuk semua mahasiswa. Sehingga ia bukan membenarkan jikalau kebijakan ini akan merubah rate UKT bagi peserta didik yang mana sudah ada melaksanakan pendidikanya di area perguruan tinggi.
“Ini yang mana kadang masih ada mispersepsi, ini tiada benar. Aturan ini hanya saja berlaku untuk siswa baru,” ungkapnya.