JAKARTA. Skala Harga Saham Gabungan (IHSG) masih belum lepas dari tekanan. IHSG terkoreksi 0,87% atau 70,14 poin ke level 7.166,84 pada akhir perdagangan Rabu (3/4).
Dalam sepekan terakhir, IHSG bahkan sudah ada terkoreksi 1,98%. Dus, IHSG semakin menjauhi rekor tertinggi sepanjang masanya alias all time high yang digunakan dicetak pada 14 Maret 2024.
Tekanan ini sejalan dengan hengkangnya aliran dana penanam modal asing. Pada Rabu (3/4), asing mencetak net sell Rupiah 2,13 triliun. Dalam sepekan terakhir, net sell asing telah dilakukan mencapai Mata Uang Rupiah 4,96 triliun.
Aktivitas proses juga cenderung turun mendekati periode libur panjang khususnya mendekati libur lebaran. sebab itu sejak 8 April–15 April 2024 perdagangan akan ditiadakan.
Ini tercermin dari penurunan nilai rata-rata jumlah proses harian dari 17,43 triliun saham menjadi 17,43 triliun saham sepanjang tahun 2024 berjalan ini hingga Rabu (3/4).
Kapitalisasi bursa alias market cap bursa pada negeri atau IHSG terpantau makin menciut. Setiap Rabu (3/4), market cap bursa mencapai Simbol Rupiah 11.583 triliun yang mana turun dari Rupiah 11.675 triliun.
Irvan Susandy, Direktur Perdagangan kemudian Pengaturan Anggota Bursa Efek Indonesia tak menampik memang benar dari pertengahan Maret hingga awal April, IHSG telah mengalami penurunan di dua pekan terakhir.
“Meskipun demikian, secara umum, pangsa saham di negeri masih mencatatkan net buy sebesar Rupiah 22,99 triliun sejak awal tahun atau year to date,” jelas dia, Rabu (3/4).
Irvan mencermati ada beberapa faktor yang dimaksud menekan pergerakan IHSG juga net sell penanam modal asing berkalangan ini. Pertama, sidang Mahkama Konstitusi (MK) terkait hasil pilpres yang dimaksud kian memanas.
Kedua, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi mengakhiri kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan terdampak wabah Covid-19 pada 31 Maret 2024. Ketiga, masa pembagian dividen emiten yang sudah pernah berakhir.
Pasalnya, mayoritas cum date big banks sepert BBCA, BBRI, BMRI kemudian BBNI jatuh pada Maret 2024. Hingga 26 Maret 2024, keempat bank itu merupakan emiten yang dimaksud mengalami net buy asing tertinggi selama 2024.
Namun aliran dana itu berbalik menjadi net sell. Pada Rabu (3/4), bahkan BBCA menjadi saham yang mana paling besar dilego asing senilai Simbol Rupiah 733,4 miliar serta BBRI senilai Rupiah 500,2 miliar.
“Pembagian dividen juga diiringi dengan masa repatriasi dividen dari di negeri terhadap penanam modal asing yang mana memegang saham pada negeri,” kata Irvan.
Masa repatriasi dividen ini turut menjadi faktor pelemahan rupiah. Alhasil, pelemahan nilai tukar rupiah turut menjadi sentimen negatif dalam bursa ekuitas.
Atur Strategi Investasi
Retail Research Team Leader CGS International Sekuritas Mino menilai menjauhi libur panjang, pelaku lingkungan ekonomi maupun pangsa lebih besar sensitif akan sentimen yang dimaksud ada.
Namun pada sedang net sell asing yang dimaksud deras kemudian koreksi pada IHSG, penanam modal sanggup mengamati ini sebagai sebuah peluang. Bukan sebaliknya, mengawasi ini sebagai hal yang menakutkan.
Oleh dikarenakan itu, pemodal sanggup menerapkan strategi buy on weakness (BoW) pada saham-saham big caps sebab sedang diskon. Menurutnya, koreksi pada saham big caps tak akan terlalu lama.
“Jadi kalau mau mencari cuan dengan cara yang digunakan relatif aman serta bukan terlalu lama, pemodal sanggup melirik emiten perbankan big caps,” kata dia, Selasa (2/4).
CGS International Sekuritas menyematkan rating add BBCA dengan target nilai pada Simbol Rupiah 10.900. Rekomendasi add juga diberikan pada BBRI, BBNI serta BMRI dengan masing-masing target nilai tukar dalam Mata Uang Rupiah 7.100, Rupiah 6.750 lalu Rupiah 8.000.
Direktur Panin Sekuritas Prama Nugraha menuturkan memang benar mendekati libur pajangan lebaran, proses akan cenderung sepi. Meski begitu beberapa saham mampu penanam modal cermati.
“Ini siklus secara jangka pendek saja, ada fluktuasi dalam pasar. Nanti pasca hari raya idul fitri, pangsa bisa saja kembali pulih lagi,” ucap Prama.
Di momen bulan ramadan ini, Prama bilang ada beberapa sektor yang tersebut akan segera mendapatkan berkah lalu dapat dicermati, yakni telekomunikasi, konsumen primer kemudian perbankan.
Senada, Senior Analyst Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menilai peluang seperti ini bisa saja dijadikan kesempatan bagi pemodal untuk mencicil beli saham-saham big caps.
Nafan bilang penanam modal dapat mencermati saham ADRO, AMRT, ANTM, ASII, ASSA, AUTO, BBCA, BBRI, BMRI, BRPT, BRMS, BUMI, CPIN, ELSA, ESSA, GGRM kemudian HRUM.
Selain itu, pemodal dapat melirik potensi prospek kenaikan tarif dari saham ICBP, INCO, INDF, INKP, INDY, INTP, ITMG, JPFA, JSMR, LSIP, MEDC, MIKA, MYOR, NCKL, PTPP, SILO, TKIM, TLKM kemudian UNVR.